Permasalahan bullying di intitusi pendidikan di Indonesia bukan lah kasus yang baru, pada tahun 2003 terjadi kasus bully di STPDN yang menimpa Tasman Hidayat yang dianiaya oleh tujuh orang seniornya. Perbuatan seniornya ini mengakibatkan Tasman Hidayat mengalami patah tulang belakang hingga menghabisakan puluhan juta rupiah untuk perawatan di rumah sakit(Tempo, 23/09/2003)[1]
Baru-baru ini terjadi kasus bully yang ramai di media, seorang pelajar bernama Arfiand Caesary Alirhami meninggal dunia dengan bekas sejumlah 37 luka pada tubuhnya. Luka-luka tersebut menguatkan dugaan terjadi penganiayaan terhadap Arfiand saat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler (ekskul) pecinta alam SMU Negeri 3 Setiabudi Jakarta (Tempo, 7/07/2014)[2]. Kegiatan tersebut dilakukan di kawasan wisata Tangkuban Perahu Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Arfiand Caesary Alirhami meninggal dunia pada tanggal 20 Juni 2014, tiga belas hari kemudian Padian Prawirodirya menyusul temannya yang lebih dahulu meninggal dunia (Liputan6, 03/07/2014)[3].
Tasman Hidayat, Arfiand Caesary Alirhami, dan Padian Prawirodirya adalah sedikit korban perbuatan bully dengan kekerasan fisik. Kasus bullying tidak hanya berbentuk kekerasan fisik saja, melainkan juga bisa secara lisan yang juga bisa berarti perbuatan mengejek. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa telah banyak laporan kasus bullying pada anak dari ejekan hingga perilaku fisik. Beberapa laporan yang diterima KPAI diantaranya mulai dari saling mengejek, mengadu teman, mengancam, sampai hingga salah seorang anak diminta minum air toilet (Liputan6, 26/03/2014)[4].
Berdasarkan laporan yang diterima Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mencatat bahwa di kawasan Jabodetabek pada 2010 mencapai 2.046 kasus. Laporan kekerasan pada anak tahun 2011 naik menjadi 2.462 kasus. Pada 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan pada 2013 melonjak menjadi 3.339 kasus[5]. Di tahun 2014 di bulan Januari hingga April, KPAI menerima 622 laporan kekerasan pada anak[6].
Kekerasan sering terjadi di tempat yang selama ini dianggap sebagai surga bagi anak-anak, yakni di sekolah dan rumah[7]. Sebuah data yang mengherankan berdasarkan hasil temuan KPAI pada 2012, terdapat 78,3 persen pelajar merupakan pelaku kekerasan. Mariah Ulfa menyebutkan bahwa yang menjadi korban kekerasan juga lebih tinggi lagi yakni 87,6 persen. Kekerasan itu termasuk dilakukan oleh guru-guru di sekolah[8].
Apakah yang dimaksud dengan bullying? Definisi bullying itu sendiri adalah bentuk perilaku agresif di mana seseorang dengan sengaja dan berulang kali menyebabkan luka orang lain atau ketidaknyamanan. Bullying dapat mengambil bentuk kontak fisik atau kata-kata. Bentuk perilaku agresif dari pelaku menjadi sebuah tindakan ketika ada orang yang posisinya lebih lemah (Olweus, 1993: 24)[9].
Dari definisi diatas, bullying terjadi karena dua hal: pertama, adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying yang lebih kuat dan target atau korban yang lebih lemah. Ketidak seimbangan ini bisa berupa ukuran badan, kekuatan fisik, jumlah pelaku versus korban, kepandaian bicara, gender (jenis kelamin), status sosial, dan perasaan akan superior. Kedua, adanya penyelahgunaan ketidakseimbangan kekuatan tersebut untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu, menyerang secara berulang kali, atau dengan cara mengucilkan. Kepentingan tersebut bisa berupa keinginan untuk menunjukkan kekuasaan atau otoritas, kepentingan ekonomi, atau hanya sekedar memenuhi kepuasan diri melihat orang lain tunduk padanya (Olweus, 1993: 25)[10].
Bullying dapat terjadi di lingkungan mana saja ketika ada interaksi sosial antara manusia, termasuk di sekolah. Pada tahun 2008, Yayasan Semai Jiwa Amini pernah melakukan survai terhadap 1.500 pelajar SMP dan SMA di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Catatan survai tersebut, 67% responden menyatakan bahwa bullying pernah terjadi di sekolah mereka. Pelakunya adalah teman, kakak kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah, hingga preman disekitar sekolah[11].
Bullying di sekolah dapat menyebabkan efek yang sangat serius baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang bagi para korbanya. Dalam jangka pendek bullying dapat menimbulkan luka akibat kekerasan fisik, menimbulkan perasaaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa terisolasi. Anak-anak yang diganggu sering menderita akademis karena bahwa mereka takut pergi ke sekolah di mana sekolah adalah sumber stres dan ketakutan mereka. Sedangkan dalam jangka panjang hingga berlangsung efek seumur hidup pada korban, korban bullying dapat menderita masalah gangguan emosional dan perilaku seperti perasaan harga diri yang rendah, ketidakmampuan bersosialisasi, depresi, bahkan dapat berakhir dengan bunuh diri bagi korban.
Pengaruh yang sangat buruk bullying adalah menciptakan dalam pikiran dan kepribadian para korban bahwa dirinya memposisikan diri sebagai korban yang dapat berlangsung seumur hidup. Keitka para korban yang menjadi dewasa hingga akhirnya mereka tidak bisa menemukan keberanian untuk berhenti menjadi korban. Masalah serius lain bagi para korban bullying adalah kurangnya kendali atas kehidupan mereka sendiri, mencari seseorang yang lebih lemah dari mereka sebagai target mereka; maka korban berubah menjadi pengganggu. Ini semua adalah efek serius yang benar-benar dapat mengubah hidup korban[12].
Terdapat fakta bahwa bullying dampak yang serius dan mengkhawatirkan. Fifi Kusrini, seorang gadis remaja berusia 13 tahun siswi SMP 10 Bahtar Gebang , Bekasi, ditemukan tergantung di kamar mandi rumahnya. Diyakini ia mengakhiri hidupnya karena merasa malu sering diejek temannya sebagai anak tukang bubur (Liputan 6.com, 18 juli)[13]. Linda, 15 tahun, seorang siswa kelas dua SMP di Jakarta, gantung diri di kamar tidurnya pada Juni 2006. Linda selalu diejek teman-temannya karena pernah enggak naik kelas sehingga mengalami depresi berat dan akhirnya bunuh diri. (kawankumagz.com, 29/12/2013)[14].
Bullying tidak hanya berdampak pada korban, namun juga berdampak psikologis pada pelakunya. Efek negatif dari bullying sebenarnya pada para pelaku sendiri. Sebuah penelitian menegaskan bahwa pelaku bullying lebih berisiko menjadi pelaku pidana. Perbuatan bullying yang secara berulang-ulang bagi para pelaku, mengakibatkan mengesampingkan perasaan empati pada pelaku, karena pelaku bisa membenarkan alasan untuk melakukan perbuatannnya kepada teman-temannya. Ini adalah ganguan psikologis bagi para pelaku. Konflik antara perbuatan bullying para pelaku dengan nilai dan norma-norma sosial menjadi sebuah konflik batin merupakan salah satu sumber stress. Stress akan konflik batin ini lah yang membuat para pelaku melampiaskan dengan melakukan tindakan bullying lagi[15]. Tindakan Bullying di kalangan pelajar sangat mengganggu kesehatan mental bagi pelakunya juga, dan akan berpengaruh pada kehidupan dewasa yang akan dijalaninya.
Dalam pencegahan dengan sekala lebih luas sudah ada gerakan Anti Bullying di Indonesia, berlangsung online maupun offline. Secara online baik di media sosial (twiiter dan facebook), blog (generasiindonesiaantibullying.wordpress.com), maupun situs yang mengkampayekan Anti Bullying (http://www.dosomethingindonesia.org). Kampanye Anti Bullying secara online secara garis besar lebih memberikan informasi-informasi terkait dengan bullying.
Sedangkan gerakan anti bullying yang secara offline antara lain :
- Universitas Kristen Petra Surabaya dengan aksi menari Flashmob untuk mengkampanyekan anti bullying[16].
- Penyelengaraan seminar seperti yang pernah diadakan oleh Swadaya Masyarakat (SEJIWA)[17].
- Program pemerintah yang menerapkan beberapa sekolah sebagai sekolah percontohan anti bullying[18].
- Sutradara Rudi Soedjarwo menggaungkan gerakan anti bullying melewati hasil karyanya berjudul Pasukan Kapiten[19].
- Penyanyi reggae Ras Muhammad melalui lagu dan aktif dalam kampanye Anti Bullying di sekolah-sekolah[20].
Gerakan Anti Bullying yang ada selama ini belum maksimal bahkan tidak mengakibatkan penurunan angka tingkat bullying di Indonesia seperti yang ditunjukkan data sebelumnya. Gerakan bullying di Indonesia belum terintergrasi dengan baik antara instansi pemerintah, sekolah, masyarakat dan organisasi swadaya masyarakat. Selain itu gerakan anti bullying selama ini di kampanyekan tidak berkelanjutan, padahal mengubah suatu perilaku masyarakat (bullying) membutuhkan waktu jangka panjang.
Rekomendasi bagi gerakan Anti Bullying di sekolah-sekolah dibutuhkan suatu program yang dijalankan di sekolah itu sendiri. Rekomendasi berupa membentuk tim yang dapat menjalankan program-program :
- Pelatihan dan pertemuan tingkat sekolah. ini dibutuhkan sebuah tim untuk melatih dan mempertemukan para guru dan manajemen sekolah baik dalam satu sekolah maupun antara sekolah dalam pertemuan yang dijadwalkan, juga untuk pembentuk network antar anggota yang menjalankan gerakan Anti Bullying.
- Pendidikan secara langsung, meliputi pengajaran untuk menghentikan tindakan bullying diberikan oleh guru kepada para pelajar di sepanjang tahun. Tujuan utama pengajaran adalah meningkatkan kesadaran peran pelajar untuk mengatasi perilaku bullying, meningkatkan empati kepada sesama dan memberikan strategi-strategi kepada siswa ketika terjadi bullying disekolah. pengajaran dapat dalam bentuk game.
- Mengkampayekan secara tidak langsung dengan cara menyediakan ‘pengingat’ yang berguna untuk meningkatkan kesadaran para ‘penghuni’ sekolah bahwa bullying adalah hal yang serius. Seperti penggunaaan poster, artikel yang memuat informasi berguna bagi para orang tua siswa.
- Penanganan langsung, beberapa guru ditempatkan untuk menangani kasus bullying yang terjadi disekolah dengan memanggil pelaku dan korban, mengadakan diskusi individual dan kelompok kecil yang juga melibatkan teman yang dianggap panutan, teman yang dianggap panutan ini berguna untuk menjadi ‘pendamping’ teman yang terlibat dalam bullying.
[1]http://www.tempo.co/read/news/2003/09/26/05518489/Satu-Lagi-Korban-Kekerasan-STPDN-Bicara
[2] http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/07/07/064591023/Begini-Uji-Fisik-di-Ekskul-Sabhawana-SMA-3
[3]http://news.liputan6.com/read/2072609/korban-tewas-ekskul-pecinta-alam-sman-3-jakarta-bertambah
[4] http://health.liputan6.com/read/2027650/bullying-anak-di-indonesia-dari-ejekan-sampai-minum-air-toilet
[5] http://nasional.kompas.com/read/2014/05/07/0527140/Indonesia.Darurat.Kekerasan.pada.Anak
[6] http://news.okezone.com/read/2014/06/16/337/999726/2014-ada-622-kasus-kekerasan-anak
[7] http://nasional.kompas.com/read/2014/05/07/0527140/Indonesia.Darurat.Kekerasan.pada.Anak
[8] http://nasional.sindonews.com/read/860933/15/temuan-kpai-tren-kekerasan-seksual-anak-meningkat
[9] Olweus, Dan, 1993. Bullying at School: What We Know and What We Can Do, Massachuessetts: Blackwell Publishing.
[10] Olweus, Dan, 1993. Bullying at School: What We Know and What We Can Do, Massachuessetts: Blackwell Publishing.
[11] http:/bigloveadagio.wordpress.com/2010/08/09/kekerasan-bullying-di-sekolah/
[12] http://www.theravive.com/research/The-Psychology-Of-Bullying
[13] http://news.liputan6.com/read/105532/tak-ada-lagi-keceriaan-vivi
[14] http://www.kawankumagz.com/read/7-kasus-bunuh-diri-karena-bullying
[15] http://www.theravive.com/research/The-Psychology-Of-Bullying
[16] http://news.liputan6.com/read/706160/tolak-aksi-bullying-ratusan-mahasiswa-di-surabaya-joget-flashmob
[17] http://uai.ac.id/2012/02/21/seminar-anti-bullying/
[18] http://www.antaranews.com/berita/211872/orientasi-siswa-selamat-tinggal-kekerasan
[19] http://www.21cineplex.com/slowmotion/rudi-soedjarwo-angkat-tema-anti-bullying-lewat-film-pasukan-kapiten,3406.htm
[20] http://www.indopos.co.id/2014/02/lagu-kampanye-anti-bullying.html