Pengalaman bullying saat sekolah ternyata memengaruhi kualitas hidup mahasiswa. Hal ini terungkap dalam sebuah riset yang dilakukan para peneliti Taiwan.
Menurut profesor di National Taiwan University, Taipei, Jiun-Hau Huang, para orangtua harus mengetahui bahwa status sebagai korban bullyingbukan sesuatu yang dilupakan begitu saja ketika anak-anak memasuki masa kuliah.
“Bullying harus ditangani serius dan sedini mungkin sebelum kerusakan yang lebih jauh tercipta,” kata Huang, seperti dilansir Huffington Post, Jumat (26/12/2014).
Sebuah riset internasional menunjukkan sembilan hingga 13 persen remaja berusia 13-15 tahun mengalami bullying. Dalam temuan yang ditulis Huang dan koleganya, Yu-Ying Chen, di jurnal Pediatrics, tersebut, juga disebutkan bahwa bullying di kalangan anak-anak dan remaja berhubungan dengan masalah fisik dan psikologis. Selain itu, potensi efek negatif bullying juga bisa meningkat seiring waktu.
Menggunakan data tahun 2013 milik 1.452 mahasiswa Taiwan, Huang dan Chen menganalisa apakah beberapa jenis bullying sebelum masa kuliah berhubungan dengan kualitas hidup mereka saat ini. Bullying sendiri dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan fisik dan verbal. Ia juga dapat hadir secara sosial, misalnya dengan mengucilkan seseorang. Bentuk lainnya adalah cyber-bullying dan muncul melalui saluran elektronik.
Huang dan Chen menggunakan berbagai indikator pengkuran kualitas kehidupan dengan menilai kesehatan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Hasilnya, status sebagai korban atau pelaku bullying ada hubungannya dengan kualitas hidup mahasiswa selama masa kuliah.
Misalnya, menjadi korban cyber-bullying sebelum kuliah ternyata berkaitan dengan nilai kesehatan fisik yang lebih baik selama di perguruan tinggi. Meski tidak dapat menjelaskan secara rinci penemuan ini, para peneliti menduga, korban cyber-bullying bisa jadi tidak menghabiskan banyak waktu untuk online, dan malah melakukan banyak aktivitas fisik yang pada akhirnya meningkatkan kesehatan mereka. Tetapi, korban bullying secara verbal dan dalam konteks relasi sosial sebelum dan selama kuliah secara umum memiliki kualitas kehidupan yang lebih rendah ketimbang mereka yang tidak mengalami bullying.
“Dengan kata lain, bullying adalah masalah serius yang memiliki efek jangka panjang dan tidak boleh dianggap remeh oleh orangtua,” kata Huang.
Menjadi pelaku bullying, juga memengaruhi kualitas kehidupan seseorang. Para peneliti juga menemukan bahwa rendahnya nilai kualitas psikologis korban bullying sering kali dijelaskan dengan gejala depresi. Namun, penemuan ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Menurut Huang, penelitian lanjutan juga dibutuhkan untuk melihat intervensi apa saja yang bisa mencegah anak-anak mengalami efek jangka panjang bullying. Penelitian ini juga diperlukan untuk mengonfirmasi bahwa bullying benar menjadi penyebab efek yang mereka lihat pada para mahasiswa tersebut.
Huang menyarankan anak-anak yang mengalami bullying segera melaporkannya. Mereka harus diingatkan bahwa melaporkan para tindak bullying bukan hanya tindakan berani dan membantu, tetapi juga hal yang benar untuk dilakukan.
“Tindakan berani melaporkan ini harus dikukuhkan, bukan malah diperlakukan sebagai sebuah tanda kelemahan. Keterbukaan dan transparansi dapat mengurangi tindak bullying,” ujar Huang.
Sumber: Okezone.com