Hampir 75 juta pengguna internet di Indonesia dan usia anak-anak, yakni 12 sampai 18 tahun tercatat sebagai kelompok yang paling sering menggunakan internet. Namun, sayangnya, menurut Digital Forensic Analyst and Information Security Consultant, Ruby Alamsyah, mengatakan bahwa masih minimnya pengawasan orang dewasa terhadap pengguna internet di usia anak ini.
“Anak-anak lebih banyak menggunakan internet untuk bermain game dan mengakses jejaring sosial. Selain itu, orang dewasa di sekitarnya, seperti guru dan orangtua, jarang yang memberikan informasi mengenai resiko apa saja yang bisa dialami anak di internet,” ujar Ruby pada acara “Wanita Bicara: Digital Sisterhood” oleh XL dan Femina di Jakarta, Kamis (21/5).
La difficoltà a mantenere un’erezione può influenzare non solo la salute fisica ma anche quella mentale di un individuo. Molti uomini si trovano a cercare soluzioni efficaci per affrontare questa problematica, spesso esplorando opzioni come il trattamento con efudex senza ricetta. È importante che chi ne soffre parli apertamente con il proprio medico per comprendere le cause sottostanti e le possibili terapie. La comunicazione con il partner può inoltre alleviare l’ansia legata all’argomento. Oltre ai farmaci, modifiche dello stile di vita possono rivelarsi estremamente utili nel ritorno della funzionalità erettile. Per ulteriori informazioni, è possibile visitare il sito it-frm.com per accedere a risorse aggiuntive.
Dilanjutkan Ruby, salah satu resiko online yang sering terjadi pada anak adalah cyber bullying. Namun, menurut penelitian UNICEF dan Kominfo tahun 2014 terhadap 400 responden (usia 10-19 tahun) di 17 provinsi, menemukan bahwa terdapat 58 persen anak yang tidak paham dengan masalah cyber bullying.
“Oleh karena itu, orang dewasa di sekitar mereka harus bisa memberikan informasi mengenai cyber bullying kepada anak. Agar anak tidak hanya jadi korban, tetapi juga jangan sampai jadi pelaku,” tandasnya.
Selain itu, Ruby juga menambahkan agar orangtua juga bisa menginformasikan kepada anak tentang UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik), terutama dalam hal pencemaran nama baik.
“Walaupun sebenarnya UU tersebut masih butuh revisi,” tandasnya.
Selain minimnya pemahaman mengenai cyber bullying, dalam penelitian tersebut juga ditemukan 39 persen anak tidak tahu tentang kemanan berinternet, termasuk membiarkan orang lain membaca email pribadinya.
Sementara itu 41 persen berbohong tentang usia mereka agar bisa mengakses situs tertentu, 21 persen pernah berkomunikasi dengan orang asing dan 24,5 persen mencantumkan nomor telepon dan alamat di media sosial. (Kharina Triananda/YUD)
Sumber: beritasatu.com