Di dalam foto profil Facebook (FB), Ad, bukan nama sebenarnya, nampak berpose centil. Tapi sebenarnya dia gadis biasa, dan tidak nampak aneh-aneh dari status dan unggahan video atau foto di akunnya. Unggahan dan statusnya cuma membagi tautan video boy band Korea.
Seperti remaja seusianya, siswi SMP itu terlihat menggandrungi FB. Dia sering mengupdate statusnya maupun memperbarui foto.
Namun, ada yang janggal di beberapa komentar statusnya itu. Beberapa kali dia nampak terlibat sahut-sahutan dengan teman FB. Ad, seperti terlibat perselisihan dengan teman lainnya. Ternyata, setelah dirunut kronologi ke belakang, dia sedang dibully oleh teman-teman sekolahnya.
Ad nampak trauma dengan aksi bully itu. Dia seperti marah dengan kelakuan teman-teman sekelasnya yang sedang membully tersebut. Dia merasa tidak memiliki masalah. Di akun FB Ad itu ada tiga teman wanita sedang menghina, mengejek, dan mengancam melalui komentar status
“Ini dari dia (Ad) pertama masuk kelas delapan,” kata seorang mitra pemerhati bullying anak yang enggan disebutkan namanya kepada merdeka.com di Jakarta pekan lalu. Dia memperlihatkan foto-foto postingannya Ad itu.
Ad, siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu lantas mengurungkan bermain media sosial karena ketakutan sendiri.Dia lalu menyudahi bermain-main dengan situs pertemanan yang dilabeli ‘jejaring sosial’ tersebut.
Rupanya, belakangan ini sedang ramai modus aksi bullying anak. Hal tak wajar itu ternyata kian subur seiring dengan era internet ketika semuanya bisa berbagai medium, tak melulu dilakukan saat anak berada di lingkungan pendidikan. Celakanya, anak-anak kini menjadi korban. Salah satunya Ad yang kini ngambek dan ketakutan tidak mau bersekolah lagi.
Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), Retno Wahyuni, menjelaskan bullying memang kini sudah merambah ke media sosial. Dia kerap menangani kasus-kasus bullying semacam itu. Bahkan aksi bully itu terkadang sampai menyangkut fisik, bukan lagi perang kata-kata atau komentar Facebook.
“Lebih mirisnya, sekarang ini banyak menjurus ke arah pelecehan seksual. Semuanya memang bermula dari bullying, metodenya pelaku bisa secara personal atau berkelompok untuk berulang-ulang membully korban,” ujar Retno kepada merdeka.com saat dihubungi melalui telepon selular.
Sebagai contoh, kata Retno, kasus bully itu biasanya cenderung terjadi pada pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). Pola berpacaran membully, misalnya aksi sang pacar mengancam mengunduh foto kekasihnya di media sosial. “Itu sudah masuk ranahnya (bullying),” katanya.
Bully ternyata berdampak tidak baik pada kejiwaan anak. Misalnya seperti dialami Ad. Dia terlihat mengalami goncangan jiwa akibat bully itu. Dia berubah menjadi pendiam dan tidak riang lagi seperti hari-hari biasanya.
Dampak seperti itu memang terlihat jelas bagi anak yang menjadi korban bullying. Si anak menjadi tak percaya diri dan cenderung tertutup dengan dunia atau hal baru dalam hidupnya. “Seperti ada kekuatan yang tak seimbang antara pelaku dan korban yang dibully,” ujar Retno.
Sekarang, bullying sudah merasuki dunia jejaring sosial ketika tsunami teknologi komunikasi dan informasi kian pesat. Aksi dan dampak buruk aksi bullying bagi dunia anak-anak mulai menyamarkan pola walau cuma lewat dunia maya.
Sumber: Merdeka.com