Ketika anak menjadi korban bullying, apa perasaan kamu? Bagi saya pribadi yang mengalami tentu sedih dan kecewa. Apalagi saya kerap mendengar langsung dari putri pertama saya, dirinya seringkali mendapatkan pukulan dari salah satu anak tetangga.
Penyebab anak tersebut mem-bully bagi saya cukup membingungkan. Anak tersebut tidak suka jika dirinya tersenggol entah sengaja atau tidak. Anak tersebut pun tidak suka ketika dirinya dibantah argumennya oleh putri saya. Akhirnya, satu pukulan pun mendarat mulus.
Seperti akhir minggu lalu, putri saya mendapatkan pukulan di pipinya. Sebagai ibu tentu saja sedih karena saya berusaha untuk tidak berperilaku kasar dengan memukul. Lho kok ini anak saya malah kerap kali mendapatkan pukulan.
Sampai saat ini, jujur saya belum mendapatkan solusi dari masalah ini. Rasanya melarang anak bermain dengan Si Anak tetangga bukan jalan keluar. Akhirnya, saya memilih untuk menegaskan kepada putri saya, untuk menghindar atau ketika Si Anak tetangga memukulnya jangan menangis. Sebab, saya merasa kalau putri saya langsung menangis, Si Pelaku bullying pasti merasa puas dan senang, bukan? Jadi, saya mulai mengajarkan putri saya untuk bisa menunjukkan sikap tegas jika di-bully.
“Tatap matanya dan bilang, kok kamu pukul saya sih? Salah saya apa?,” begitulah yang saya ajarkan kepadanya. Setidaknya, mungkin ini bisa membuat Si Pelaku bullying berpikir ulang bahwa ternyata anak saya pun bisa memberikan perlawanan.
Sifat Agresif
Banyak faktor penyebab tentu yang membuat anak menjadi pelaku bullying. Tapi, menurut Menurut psikolog keluarga, Sani B. Hermawan, banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi seorang pelaku bullying, salah satunya adalah Si Anak memang memiliki kecenderungan sifat agresif. “Sifat agresif yang dimilikinya ini diperparah dengan kurang ketatnya aturan dalam keluarga sehingga membuat perilakunya makin nggak terjaga,” jelas Sani.
Selain itu, masih menurut Sani, ada juga anak yang senang berbuat kasar pada temannya untuk menutupi kekurangan yang dimilikinya alias minder. Sebagai kompensasi dari rasa minder akibat kekurangannya, anak akhirnya menjadi bullying agar merasa dirinya punya power.
Selain faktor internal dari diri Si Anak, peran orangtua juga sangat berpengaruh dalam membentuk seorang pelaku bullying, secara disadari atau nggak. “Orangtua dari pelaku bullying biasanya kurang harmonis sehingga kurang bisa memberikan perhatian dan nilai-nilai sopan santun pada anak,” jelasnya.
Lalu, bagaimana jika anak yang suka mem-bully temannya ternyata berasal dari keluarga yang terlihat harmonis dan masih memiliki orangtua lengkap? Sani menjelaskan, ini bisa terjadi karena orangtua yang nggak memperhatikan anaknya secara komprehensif, agak cuek terhadap perkembangan anak, dan jarang bertanya mengenai keadaan Si Anak. “Jadi, perilaku anak yang suka menggangu temannya terlewatkan oleh orangtua karena kurang perhatian,” ujar psikolog berhijab ini.
Selalu Amati Perkembangan Anak
Jika, sikap anak saat di rumah dan di sekolah nggak berbeda, yaitu sama-sama bersikap agresif dan cenderung kasar maka nggak sulit untuk mengetahui kemungkinan anak adalah seorang pelaku bullying. Orangtua sulit mendekteksi ketika anaknya merupakan anak yang “baik-baik” dan cenderung pendiam di rumah sehingga mereka menyangka buah hatinya sama sekali nggak memiliki masalah di sekolah.
Sumber: family.fimela.com